Jumat, 15 Januari 2021

Resensi : 86


Penulis : Okky Madasari
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Genre : fiksi
Halaman : 256 halaman
ISBN : 978-979-22-6769-3
    Penulis novel ini, Okky Madasari lahir pada 30 Oktober 1984 di Magetan, Jawa Timur. Ia merupakan lulusan Universitas Gajah Maja (UGM) prodi Hubungan Internasional, yang berarti ia memiliki gelar Sarjana Ilmu Politik. Pada awalnya ia berkarir di sebagai wartawan dan mulai menggeluti dunia penulisan. Buku pertamanya (Entrok) diterbitkan pada tahun 2010 saat usianya telah memasuki 26. Yang mana bagi Okky cukup tua karena ia sendiri telah banyak menemui penulis yang telah menerbitkan novelnya bahkan sebelum memasuki kepala dua. Contohnya 18 tahun. Ia juga pernah menemui penulis yang bahkan telah menerbitkan banyak novel di usia yang masih 22 tahun. Novelnya yang berjudul “86” ini muncul akibat pada berbagai keprihatinannya pada negeri ini, ia sendiri berkata tulisannya memang selalu memasukkan apa yang ia prihatinkan, dia berkata bahwa menulis untuk dinikmati saja tidak cukup. Terbuktikan dari seluruh novelnya yang selalu menyajikan berbagai isu baik yang umum maupun jarang dibicarakan.
   Novel 86 ini menceritakan kehidupan Arimbi yang terombang ambing karena berbagai keputusan yang ia buat. Berawal dari tahun 2004 hingga 2007. Arimbi mengalami berbagai konflik yang perlahan merubah dirinya menuju kehancuran. Arimbi yang awalnya hidup seadanya mulai menghalalkan segara cara untuk mencapai apa yang diinginkannya, apa yang biasanya ia anggap tabu perlahan ia anggap biasa saja. Perubahannya menuju kehancuran ini diikuti dengan pengaruh dari orang sekelilingnya, seperti Bu Danti, Ananta, Tutik dan lainnya.
     Novel ini membawa berbagai isu yang sebenarnya tidak berhubungan namun dikemas secara rapi sehingga dapat terhubung antara satu dengan lain secara hebat dan nyaman untuk dibaca. Berbagai isu tersebut merupakan keprihatinan dari Okky Madasari terhadap berbagai hal. Seperti, isu suap, korupsi, LGBT bahkan feminisme.
Okky menyulap berbagai isu tersebut menjadi cerita yang sangat menarik untuk dibaca. 
    Cover versi terbitan PT Gramedia Pustaka Utama untuk novel ini juga sangat menarik, rancangan cover karya Restu Ratnaningtyas ini menyimpan banyak makna tersirat, tulisan judul dari novel ini “86” terbentuk dari gambaran-gambaran apa yang terdapat di dalam novel, sebelum membaca gambaran-gambaran tersebut seolah-olah tidak memiliki makna, namun setelah melihat kembali setelah membaca terdapat berbagai makna dari gambaran-gambaran tersebut yang dapat disadari. Seperti, susunan tangan yang memegang uang yang menggambarkan praktik suap, tangan yang penuh akan cincin mewah dan muka yang tertutup oleh tangan serta dikelilingi oleh uang dan perhiasan yang memberi kesan “tutup mata”. Perpaduan warna putih dan biry pada judul “86” juga seakan-akan menggambarkan kondisi Arimbi sepanjang cerita yang mana warna biru sendiri memiliki makna tenggalam dalam kesedihan.
     Isu yang dibawa oleh Okky di dalam novel ini juga sangat menarik untuk dibaca, seakan-akan pembaca disadarkan akan kebusukan-kebusukan yang terjadi di tanah air. Serta memberikan gambaran kepada pembaca mengenai seseorang yang terlibat dalam kebusukan tersebut. Judul dari novel ini “86” merupakan ungkapan di kepolisian yang memiliki makan sudah beres, tahu sama tahu. Namun, ungkapan “86” lebih sering digunakan sebagai penyelesaian berbagai hal melalui uang, atau yang lebih sering dikenal dengan kata “suap”. Judul dari novel ini sangat sesuai dengan isinya, yang mana novel ini sejak awal hingga akhir banyak sekali kejadian yang berkaitan dengan suap menyuap di dalamnya.
     Sayangnya Okky hanya menceritakan dari sudut pandang dari tokoh yang terlibat saja, namun tidak memberikan gambaran dari sudut pandang dari tokoh yang menolak terlibat, seakan-akan Okky hanya memberi tahu tanpa memberi solusi, serta Okky sendiri kurang memberikan detail pada berbagai hal seperti, apa yang dirasakan Arimbi saat berhubungan seksual dengan Tutik, apa yang dirasakan pengguna narkoba ketika sedang mengonsumsi narkoba, bentuk fisik berbagai tokoh dan lainnya. Yang mana menyebabkan pembaca sulit membayangkan perawakan berbagai tokoh dan juga gambaran latar tempat berbagai kejadian di novel.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar