Sabtu, 19 Juni 2021

Pemahaman Mengenai Ganja di Indonesia


Berdasarkan pemberitaan Tempo.co, beberapa waktu lalu  pada 11 Juni, Anji selaku musisi ternama diamankan dikarenakan dugaan memakai dan menyimpan ganja. Bersamaan sengan diamankannya Anji, barang bukti berupa ganja turut diamankan, beserta buku Hikayat Ganja yang nyaris diamankan pula, walau akhirnya tidak jadi dikarenakan tak dapat dijadikan barang bukti karena bersifat keilmuan sesuai dengan pasal 39 ayat (1) KUHAP

Hal tersebut disampaikan langsung oleh Erasmus Napitupulu, direktur Institute for Criminal Justice Reform (ICJR). Ia menyayangkan hal tersebut, serta berharap ganja tak dipandang sebelah mata semata-mata sebagai narkoba saja melainkan memiliki dampak positif yaitu untuk pengobatan medis.

Berdasarkan kejadian tersebut, kita pada akhirnya mengetahui bahwasanya pengetahuan orang Indonesia mengenai ganja sangatlah, bahkan setingkat kepolisian sekalipun, hal tersebut bukanlah tanpa alasan karena berdasarkan UU saja, penggunaan ganja benar-benar dilarang bahkan untuk medis sekalipun, begitupula untuk sekadar meneliti saja dilarang, hal itu tertuang pada pasal 8 ayat (1) Undang Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika.

Dilarangnya penelitian terhadap ganja tentu menyebabkan minimnya informasi terkait tanaman tersebut, yang mana semakin mengkungkung pengetahuan khalayak umum, sehingga semakin menyulitkan pemanfaatan tanaman tersebut untuk hal yang positif seperti untuk medis. Dengan begitu, yang tersisa hanyalah pengetahuan terkait keberbahayaannya saja yang mana menyebabkan kesalahan dalam penanganannya.
 
Kesalahan penanganannya tersebut kerap kali terjadi, dan hal tersebut baru saja dialami kembali, kali ini oleh BNN dalam melenyapkan bukti ganja, kejadian yang baru saja terjadi pada 6 April lalu. Pada saat itu BNN memutuskan membumi hanguskan ganja untuk melenyapkannya, sekilas akan tampak keheroikan mereka dalam menanganinya, namun sebenarnya cara tersebut bukanlah cara terbaik, karena asap yang ditimbulkan akan terhirup hingga pada akhirnya timbullah efek yang sama seperti pemakai ketika terhirup. Dari situ, timbullah kontradiksi yang mana tujuannya melenyapkan agar tidak dipakai, tetapi justru melenyapkannya dengan cara yang menyebabkan banyak orang mengalami efek yang sama dengan pemakai.

Dengan begitu, dilarangnya penelitian terhadap ganja sama saja dengan membiarkan ketidaktahuan terhadap tanaman tersebut, begitu juga dengan pemakaiannya untuk medis, padahal penggunaan ganja di luar sana untuk medis dilegalkan, namun tidak dengan di Indonesia, yang mana pada akhirnya pelarangan ini pun menimbulkan korban, salah satunya adalah apa yang dialami oleh istri Fidelis Arie Suderwato.

Apa yang dialami Fidelis 2017 lalu merupakan kejadian yang mengiris hati, dirinya pada saat itu mendapati istrinya terjangkit penyakit kronis yang mengharuskannya diobati dengan ganja, namun karena larangan penggunaan ganja untuk medis menyebabkan istrinya tidak mendapatkan pengobatan secara optimal, hingga akhirnya Fidelis pun mengambil jalan yang ilegal secara hukum, yaitu menanamnya sendiri di pekarangannya.

Naas, nasib buruk yang menimpanya, dirinya ditahan dikarenakan menyimpan ganja, walaupun apa yang dilakukannya merupaka  hal positif, namun UU yang berlaku berkata lain, sehingga dirinya mendekam di penjara meninggalkan istrinya yang pada akhirnya wafat karena tidak mendapatkan perawatan secara optimal.

Kejadian-kejadian tersebut tentunya menimbulkan berbagai gerakan legalisasi ganja, karena peraturan yang terdapat pada UU tersebut pada penerapannya justru menimbulkan kerugian, alih-alih mencegah timbulnya korban karena ganja yang terjadi justru sebaliknya, sudah sewajarnya berkaca dengan berbagai kejadian tersebut setidaknya ada pertimbangan untuk perubahan bunyi pasal terkait ganja tersebut, pelegalan di bidang medis beserta penelitian merupakan langkah awal yang seharusnya ditempuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar