Jumat, 24 September 2021

Resensi : 1984



Penulis : George Orwell (Eric Arthur Blair)
Genre : fiksi
Penerbit : Bentang Pustaka
Halaman : 390 halaman

1984, merupakan buku dystopia karangan Eric Arthur Blair atau kerap disapa George Orwell. George Orwell merupakan penulis kelahiran India pada tahun 1907 dan wafat pada 1950, walaupun begitu ia cukup mempunyai darah Inggris. Semasa hidupnya George melewati berbagai kejadian dalam skala antar negara, semisal Great Depression dan Perang Dunia 1 serta Perang Dunia 2. Karena pengalaman tersebut tulisannya sarat akan peperangan, seperti pada buku Animal Farm, dan tentunya 1984 pula.

1984 bukanlah buku yang sepenuhnya fiksi, melainkan berisi apa yang ditakutkan Orwell berdasarkan berbagai peperangan yang dilewatinya, oleh karena itu dalam suatu sisi pengisahan dalam buku ini tampak sangat nyata. Begitu pula background George Orwell yang juga berperan sebagai jurnalis membuatnya tahu betul apa yang terjadi di sekitarnya.

Winston, merupakan tokoh utama dalam buku ini, ia adalah seorang anggota partai yang cukup ketat, hal tersebut dikarenakan negara yang tengah dilanda konflik peperangan antar negara. Dalam hal ini, banyak sekali pengekangan dalam berbagai macam bentuk terhadap warga negara tersebut. Cerita bermulai ketika Winston memutuskan menabrak satu persatu larangan yang diberlakukan.

Buku ini, sangat mencerminkan pemerintahan yang otoriter dan dikuasai oleh oligarki, hal ini bukanlah tanpa alasan dikarenakan sang penulis George secara tidak langsung memaksudkan menampilkan partai yang di dalam buku ini sebagai partai komunis. Banyak sekali hal yang menekankan kesan otoriter dalam buku ini, seperti adanya teleskrin yang memantau gerak-gerik setiap masyarakat terutama anggota partai, hingga adanya Ministry of Truth yang bertugas ‘mengubah’ kenyataan sesuai kehendak partai yang berada dalam kekuasaan.

Salah satu hal yang cukup menarik dalam buku ini adalah konsep bahasa di dalamnya yang tidak umum, yang mana dalam buku ini bahasa tersebut disebut New Speak. Bahasa tersebut merupakan bahasa yang dikembangkan oleh partai otoriter tersebut untuk menggantikan Old Speak. Sekilas nampak biasa saja, namun pergantian tersebut memberi dampak yang sangat besar.

Tentu kita sadar, bahwa bahasa sangatlah penting untuk berkomunikasi, hal tersebut dikarenakan untuk mempermudah kita dalam menyampaikan segala sesuatu, namun tanpa kita sadari apa yang kita ungkapkan tergantung oleh bahasa yang kita ungkapkan. Semisal “Free” dan “Freedom” memiliki makna yang berbeda dan sangat penting dibedakan untuk memperjelas apa yang ingin kita ungkapkan.

Dalam New Speak yang terdapat dalam buku ini, bahasa telah dimodifikasi sekian rupa agar dapat membatasi apa yang diungkapkan oleh masyarakat, sehingga kekuasaan partai tersebut tetap bertahan. Contohnya, dalam bahasa New Speak, tidak ada bahasa spesifik untuk mengungkapkan kejahatan seperti korupsi, nepotisme, otoriter dan sebagainya, yang tersedia hanyalah kata kejahatan saja. Tentunya dengan begitu, masyarakat akan semakin sulit untuk menentangnya karena keterbatasan bahasa dalam pengungkapannya. Hal tersebut, berakhir pada bahasa yang seharusnya digunakan untuk menyampaikan apa yang ingin kita ungkapkan dan sarat dengan kebebasan justru menjadi pengekang kebebasan.

Secara penyampaian, George Orwell secara berhasil menyampaikan isi cerita secara mengalir dan mudah dicerna seperti halnya karya Animal Farm. Sayangnya, penokohan dalam buku inu terkesan sangat kurang, dikarenakan George Orwell lebih memfokuskan pada detail kejadian maupun tempat kejadiannya, sehingga karakter-karakter dalam buku ini justru hamya sebagai penunjang kejadian-kejadian tersebut.

Buku ini cocok dibaca oleh mereka yang menggeluti hukum, sejarah maupun sastra, walaupun buku ini memiliki latar yang sepenuhnya fiksi, tetapi kejadian yang terdapat di dalamnya merupakan sesuatu yang realistis dan sangat bisa terjadi, sehingga bisa dianalisis lebih lanjut dan dikomparasikan dengan kondisi berbagai negara saat ini. Apa yang terdapat di buku ini tidak hanya mengenai negara maupun moral, namun juga memikiki hal yang sangat jarang kita temui dalam karya sastra yang berputar pada konflik negara otoritwr, yaitu bahasa. Buku ini memberi gambaran gamblang mengenai bahasa, baik penerapannya dan sebarapa besar dampak bahasa dalam kesejahteraan suatu negara atau peradaban.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar